Terapi dalam Psikoanalisa, Humanistik, dan Behaviorisme

A. Psikoanalisa

Teori Psikoanalisa


Psikoanalisis merupakan salah satu teori besar dalam sejarah ilmu psikologi.  Tokoh penting dalam aliran ini adalah Sigmund Freud, Cral Gustav, dan Alffred Alder. Ada tiga hal yang membuat Freud dengan psikoanalisis menarik. Pertama, batu pijakan psikoanalisis yaitu seks dan agresi begitu populer. Kedua, oleh pengikutnya yang antusias dan setia, dimana Freud dianggap tokoh kesepian seperti dalam mitos, membuat teorinya tersebar luas. Ketiga, kepiawaian Freud berbahasa membuat penyajian teorinya inspiratif dan hidup.
Freud adalah seorang psikiater dari Austria, berpendapat bahwa pemuasan kebutuhan pada manusia berdasarkan instingnya, berfokus pada kebutuhan seksual dari dalam diri (libido seksual), kesenangan dan fantasi-fantasi yang menyenangkan. Freud mengatakan bahwa kepribadian dasar kita dibentuk pada lima tahun pertama kehidupan manusia.
Menurut Freud, kesadaran itu  hanyalah sebagian kecil dari kehidupan mental sedangkan bagian terbesarnya justru ketidaksadaran atau alam tak sadar yang diibaratkan sebagai gunung es yang terapung dimana bagian yang muncul di  permukaan air (alam sadar) yang lebih kecil daripada bagian yang tenggelam (alam tak sadar). Freud juga mengemukakan, komponen dalam diri manusia adalah id, ego, superego. Id adalah dorongan kebutuhan dari dalam diri manusia baik itu kebutuhan emosional, fisik maupun kebutuhan seksual yang sifatnya selalu ingin dipuaskan (“here and now”) dan biasanya berhubungan dengan kesenangan yang harus dipenuhi dan sesegera mungkin (pleasure principles). Ego adalah sang rasional, manusianya itu sendiri, yang memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah, memiliki ide-ide untuk memenuhi kebutuhannya, memiliki prinsip-prinsip yang berdasarkan kenyataan (reality principle) dimana manusia belajar untuk menahan id-nya dengan jalan yang tepat dan memiliki pandangan yang lebih realistik untuk memenuhi kebutuhan dari dalam dirinya. Superego adalah norma-norma yang berlaku, moral, aturan-aturan yang berlaku, hal-hal yang ideal yang memiliki penjelasan tentang halhal yang benar dan salah yang membantu sang ego untuk menahan sang id.

Terapi dalam Psikoanalisa


Dalam  psikoanalisa, masalah psikologis bersumber dari konflik bawah sadar antara id, ego & superego. Tujuan terapi untuk membawa konflik-konflik bawah sadar ke atas kesadaran dan menginterpretasikan simbol-simbol tersamar dari alam bawah sadar kepada pasien. Berikut beberapa teknik yang digunakan dalam psikoanalisa

1. Free Association
Metode yang digunakan oleh Freud dimana klien diminta untuk mengatakan apa pun yang datang ke pikiran sehingga memungkinkan isi dari pikiran bawah sadar untuk menyelinap melewati sensor ego.
2. Interpretation of Resistance
Resistance adalah reaksi oposisi dari klien terhadap proses psikoanalisa. Reaksi ini bisa muncul dalam dua bentuk yaitu samar-samar dan jelas.
3. Interpretation of Transference
Transference adalah fenomena dalam psikoanalisa dimana klien diminta untuk merasakan dan bersikap terhadap terapis dengan cara yang sama dengan apa yang dia rasakan dan lakukan terhadap figur dewasa lain yang signifikan baginya.
4. Catharsis
Dalam teknik ini, klien melepas energi emosional yang berkaitan dengan konflik bawah sadar.



B. Humanistik

Teori Psikologi Humanistik

Abraham Maslow dan Carl Rogers merupakan dua orang tokoh dalam Teori Humanistik. Teori Humanistik ini berfokus pada hal-hal yang berkaitan secara langsung dengan individu, keunikan individu itu  sendiri bagi individu lain dan juga kepentingan kemanusiaan terhadap individu. Dalam Teori Humanistik terdapat beberapa poin yaitu manusia mempunyai keperluan dan keperluan asas. Sekiranya keperluan dan keperluan asas dipenuhi sepenuhnya maka secara langsung individu dapat memotivasi dirinya ke taraf yang lebih tinggi yaitu mencapai tahap aktualisasi diri. Hal ini disokong oleh hierarki kebutuhan Maslow (1984) yang menyatakan bahwa jika kebutuhan psikologis tidak dipenuhi oleh individu maka jiwa individu tersebut tidak akan baik.
Teori kebutuhan Maslow merupakan konsep aktualisasi diri yang merupakan keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau keinginan untuk menjadi apapun yang mampu dicapai oleh setiap individu. Abraham Maslow menerangkan lima tingkatan kebutuhan dasar manusia adalah sebagai berikut :
1. Basic needs atau kebutuhan fisiologi, merupakan kebutuhan yang paling penting seperti kebutuhan akan makanan. Dominasi kebutuhan fisiologi ini relatif lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan lain dan dengan demikian muncul kebutuhankebutuhan lain.
2. Safety needs atau kebutuhan akan keselamatan, merupakan kebutuhan yang meliputi keamanan, kemantapan, ketergantungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas kekuatan pada diri, pelindung dan sebagainya
3. Love needs atau kebutuhan rasa memiliki dan rasa cinta, merupakan kebutuhan yang muncul setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan telah terpenuhi. Artinya orang dalam kehidupannya akan membutuhkan rasa untuk disayang dan menyayangi antar sesama dan untuk berkumpul dengan orang lain.
4. Esteem needs atau kebutuhan akan harga diri. Semua orang dalam masyarakat mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat yang biasanya bermutu tinggi akan rasa hormat diri atau harga diri dan penghargaan dari orang lain.
5. Self Actualitation needs atau kebutuhan akan perwujudan diri, yakni kecenderungan untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.

Terapi dalam Humanistik
Tujuan dasar terapi adalah membawa perasaan yang mana tidak disadari oleh individu ke kesadaran.  Berbeda dari Freud, Rogers tidak percaya bahwa manusia terlahir dengan pikiran bawah sadar. Rogers mengatakan bahwa manusia akan menolak perasaan dan pikiran yang berbeda jauh dari konsep diri dan diri ideal yang dimilikinya. Kesadaran diri secara menyeluruh perlu bagi aktualisasi potensi diri sehingga proses terapi humanistik juga dikenal dengan istilah pertumbuhan kesadaran daripada memperoleh insight. Salah satu teknik yang digunakan yaitu Client-centered Psychotherapy

Client-centered Psychotherapy
Dalam teknik ini klien yang menjadi pusat dari proses psikoterapi (person-centered psychotherapy), bukan terapis. Penekanannya adalah kemampuan klien untuk membantu diri mereka sendiri, dibanding kemampuan terapis untuk membantu klien . Tugas terapis yaitu  tidak menggunakan teknik terapi tertentu atau menginterpretasi perilaku klien, melainkan menciptakan atmosfer di mana klien merasa aman untuk mengekspresikan perasaan atau pikiran mereka yang ditolak dari kesadaran terhadap terapis atau diri mereka sendiri. Pertumbuhan kesadaran bukan dari interpretasi, melainkan dari perasaan aman klien untuk mengeksplorasi emosi-emosi tersembunyi dalam sesi terapi. Agar proses terapi berjalan lancar, terapis harus memiliki beberapa kualifikasi yaitu terapis harus bersikap hangat, secara murni menyukai klien dan menerima tanpa syarat segala sesuatu yang dipikirkan, dirasakan atau dilakukan oleh klien, tanpa mengkritiknya dan memiliki empati.


C. Behaviorisme

Teori Psikologi Behaviorisme

Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif. Sedangkan Skinner Skinner berpendapat kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu . Meskipun pembawaan genetis turut berperan, kekuatan-kekuatan sangat menentukan perilaku khusus yang terbentuk dan dipertahankan, serta merupakan khas bagi individu yang bersangkutan. Dalam sebuah karyanya, Skinner membuat 3 asumsi dasar, yaitu: (1) Perilaku itu terjadi menurut hukum (behavior can be controlled) ; (2) Skinner menekankan bahwa perilaku dan kepribadian manusia tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme psikis seperti Id atau Ego ; (3) Perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual.

Terapi dalam Behaviorisme
1. Terapi Behavior
Terapi Behavior adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi ini menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Pendekatan ini telah memberikan sumbangan-sumbangan yang berat, baik pada bidang klinis maupun pendididkan. Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisikondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Sementara itu tujuan khusus terapi tingkah laku adalah mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku yang diharapkan, dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat.
2. Teknik Modelling
Modelling merupakan salah satu teknik dalam terapi behavior yang menekankan pada prosedur belajar. Pada prinsipnya terapi behavioral itu sendiri bertujuan untuk memperoleh perilaku baru, mengeliminasi perilaku lama yang merusak diri dan memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan yang lebih sehat. Terapi ini memiliki prinsip kerja yaitu memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar konseli terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku konseli, yakni mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan, memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung), modeling (peniruan melalui penokohan) ini dikembangkan oleh Albert Bandura yang antara lain terkenal dengan teori social-belajar (social-learning theory).
3. Penjenuhan
Penjenuhan (satiation) adalah membuat diri jenuh terhadap suatu tingkah laku, sehingga tidak lagi bersedia melakukannya. Menurunkan atau menghilangkan tingkah laku yang tidak dinginkan dengan memberikan reinforcement yang semakin banyak dan terus menerus, sehingga individu merasa puas dan tidak akan melakukan tingkah laku yang tidak diinginkan lagi.


Sumber
Komalasari, Gantina. (2011).  Teori dan teknik konseling. Jakarta: PT. INDEKS
Atkinson, Rita L., dkk. (1999). Pengantar psikologi jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. 
Sobur, Alex. (2009). Psikologi umum. Bandung : Pustaka Setia.



Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel

Kesehatan Mental dan Konsep Kepribadian menurut Gordon W. Allport